Sumatera Barat | MT.com – Pemerintah Provinsi Sumatera Barat menggelar rapat koordinasi pembentukan Posko Tanggap Darurat di Aula Kantor Gubernur Sumbar, Minggu (7/12/15). Rapat dipimpin Gubernur Sumbar, turut dihadiri Kepala BPBD Sumbar, Pangkogabwilhan I Letnan Jenderal Kunto Arief Wibowo, serta perwakilan BMKG.
Dalam pertemuan tersebut, Pangkogabwilhan I Letjen Kunto Arief Wibowo menekankan pentingnya sinkronisasi langkah mitigasi, tanggap darurat, hingga pemulihan agar penanganan bencana berjalan terukur dan tidak ada tahapan yang terlewat.
“Kita telah memetakan langkah mitigasi. Kejadian yang berlangsung harus dijadikan landasan untuk melanjutkan penanganan secara menyeluruh. Yang terpenting, kita menyamakan pola pikir dari tahap tanggap darurat menuju pemulihan,” ujarnya.
Kunto Arief menjelaskan bahwa setiap daerah memiliki karakter wilayah dan hambatan yang berbeda, namun persoalan umum tetap sama, seperti penanganan korban, distribusi bantuan, dan kondisi geografis. Karena itu, data lapangan menjadi dasar penyusunan prioritas pembangunan pascabencana.
“Tidak boleh ada yang sia-sia, tidak ada yang terlewat. Aktivitas harus tepat guna dan menghasilkan pencapaian nyata dalam perubahan siklus penanganan bencana,” tegasnya.
Ia juga menyoroti pentingnya tata kelola ruang yang lebih baik serta perlunya kolaborasi semua pihak, termasuk TNI. Ia mencontohkan Aceh yang memiliki 30.000 relawan lintas profesi, namun tetap membutuhkan alur kerja yang terukur agar efektif.
Kunto Arief turut menyinggung upaya rehabilitasi lingkungan melalui penanaman bambu di sejumlah daerah, seperti Solo, Trenggalek, dan Aceh Tengah. Menurutnya, bambu memiliki nilai strategis karena mampu memperkokoh tanah, menjaga sumber air, sekaligus memiliki nilai ekonomi.
“Dalam mitigasi, banyak yang abai karena merasa belum terdampak. Tapi ketika bencana terjadi, barulah sadar pentingnya pencegahan. Jangan sampai kita kehilangan korban dulu baru bergerak,” ujarnya.
Ia menegaskan perlunya manajemen lintas sektor yang matang untuk merumuskan prioritas penanganan pascabencana, baik dalam jangka 1 bulan, 3 bulan, maupun 6 bulan.
Sementara itu,Gubernur Sumatera Barat Mahyeldi Ansharullah menyambut baik dorongan penguatan mitigasi berbasis lingkungan. Menurutnya, bambu memiliki potensi besar dikembangkan di Sumbar berkat kontur alam yang sesuai dan tradisi masyarakat yang telah lama memanfaatkannya.
“Bambu sangat cocok hidup di Sumatera Barat. Di kampung saya, tebing-tebing diperkuat oleh bambu. Kita sudah membuktikannya sejak lama,” kata Mahyeldi.
Mahyeldi menyampaikan bahwa Pemprov Sumbar tengah menjalankan program penurunan risiko sosial di lahan 380.000 hektare. Dalam program tersebut telah terbentuk kelompok-kelompok usaha sosial yang akan diperkuat kapasitasnya.
Ia juga mengungkapkan adanya kerja sama dengan Kementerian Ketenagakerjaan terkait pelatihan vokasi serta pembangunan fasilitas pendukung untuk mendukung pengembangan ekonomi masyarakat. Selain itu, ia baru saja menghadiri diskusi nasional di NTT mengenai ketahanan dan potensi bambu bagi masyarakat.
“Insyaallah, semua upaya ini untuk melindungi masyarakat dan melanjutkan pembangunan yang telah kita rencanakan,” ujarnya.(Bg)


0 Komentar