SUMBAR | Kabupaten Kepulauan Mentawai merupakan bagian dari Provinsi Sumatera Barat yang terbentuk melalui Undang- undang Nomor 49 tahun 1999 tentang Pembentukan Kabupaten Kepulauan Mentawai (LNRI thn 1999 No.177, TLNRI No.3898).
Sebagaimana telah diubah dengan Undang- undang Nomor 9 tahun 2000 tentang Perubahan atas UU No.49 th 1999 tentang Pembentukan Kabupaten Kepulauan Mentawai (LNRI tahun 2000 No.76, TLNRI No.3964) dengan kondisi geografis terdiri dari beberapa pulau (4 pulau besar dan beberpa pulau kecil) sehingga Kabupaten Mentawai berbentuk Kepulauan dan berbatasan langsung dengan laut samudra hindia yang memiliki kekayaan sumber daya alam yang melimpah termasuk tatanan sosial dan budaya sebagai potensi kearifan local yang masih terpelihara dan terjaga dengan baik hingga saat ini.
Bahwa kekayaan sumber daya alam Kabupaten Kepulauan Mentawai sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa dapat menjadi potensi kepariwisataan yang strategis untuk dikembangkan untuk kesejahteraan masyarakat, khususnya daya tarik wisata selancar.
Dimana terdapat sangat banyak lokasi/spot ombak selancar yang telah dikenali dan menjadi daerah tujuan utama para pemain selancar/surfing baik local maupun mancanegara.
Bahwa Pemerintah Daerah Kabupaten Kepulauan Mentawai telah mengeluarkan beberapa peraturan terkait Kepariwisataan / Pengelolaan dan Pemanfaatan Daya Tarik Wisata Selancar melalui beberapa Peraturan, yaitu :
1. Perda No. 1 tahun 2015 ttg kepariwisataan,
2. Perda No.8 tahun 2015 tentang Retribusi tempat rekreasi dan olahraga,
3.Perda No.2 tahun 2015 tentang Pengelolaan dan Pemanfaatan Daya Tarik Wisata Selancar,
4. Peraturan Bupati Mentawai No. 13 tahun 2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Perda No.2 tahun 2015 tentang Pengelolaan dan Pemanfaatan Daya Tarik Wisata Selancar,
5. Peraturan Bupati Mentawai No.14 tahun 2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemungutan Retribusi Pemanfaatan Daya Tarik Wisata Selancar, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bupati Mentawai No. 35 tahun 2017 tentang Perubahan atas Perbup Mentawai No.14 tahun 2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemungutan Retribusi Pemanfaatan Daya Tarik Wisata Selancar.
6. SK Bupati Mentawai No. 168 tahun 2016 tentang Jumlah Peselancar yg dapat bermain padawilayah kawasan selancar yang memiliki daya dukung terbatas.
7. SE Disbudparpora Mentawai No. 572/03/Disbudparpora – KKM/ 2016 tgl.1 April 2016.
Bahwa dalam rencana zonasi perkecamatan yang ditetapkan untuk lokasi/spot ombak selancar oleh Pemda Mentawai melalui Perda No.2 tahun 2015 diatur tentang 3 (tiga) pengelompokan pemanfaatan ombak selancar diwilayah Kabupaten Kepulauan Mentawai dengan system kuota persentase 50% bagi Wisatawan selancar usaha akomodasi, 30% bagi wisatawan selancar kapal, dan 20% bagi wisatawan selancar lainnya dengan pembayaran retribusi disertai keharusan melakukan daftar/booking secara online.
Bahwa dalam Peraturan bupati.Mentawai No.13 tahun 2016 dan SK Bupati Mentawai No. 168 tahun 2016 serta dilanjutkan denga SE Disbudparpora Mentawai No. 572/ 03/ Disbudparpora- KKM/ 2016 tgl. 1 April 2016 menetapkan pembatasan kapasitas masuk bagi wisatawan selancar Kapal hanya 2 (dua)buah Kapal selancar yang boleh tambat/masuk ke lokasi/ Spot Ombak Macaronies melalui daftar booking secara online dengan waktu main bagi para peselancar hanya maksimal 2 (dua) hari.
Bahwa pengaturan pengelolaan dan pemanfaatan daya Tarik wisata selancar sebagaimana telah ditetapkan Pemda Mentawai dalam beberapa kebijakan dan/atau peraturan daerah tersebut diatas terdapat beberapa muatan materi aturan yang tidak jelas dan dapat menimbulkan multitafsir dan/atau bahkan konflik kepentingan diantara pemangku kepentingan daya tarik wisata selancar itu sendiri, sebagaimana berikut :
1. Bahwa Pemanfaatan daya Tarik wisata selancar yg ditetapkan dalam 3 (tiga) kelompok dengan sistem kuota persentase (50%, 30%, dan 20%) merupakan sebuah pembatasan yang tidak beralasan bagi para pemain selancar/surfing sebagai sebuah kegiatan rekreasi dan olahraga (peselancar professional, amatir, dan pemula) dikarenakan tidak adanya penjelasan tentang kuota persentase yg beragam dan daya tampung terbatas/daya dukung lingkungan sehingga bagi wisatawan selancar yg dibatasi dg kuota persentase yg kecil jumlahnya merasa tidak adil dan merugikan kepentingannya.
2. Bahwa tempat tambat kapal selancar (Mouring Buoy) yang hanya lebih kurang 4 (empat) buah dibandingkan puluhan lokasi/spot ombak selancar yang ditetapkan jelas hanya beberapalokasi/spot ombak selancar saja yang menjadi tujuan utama dari para peselancar yangternyata juga dibatasi hanya 2 (dua) kapal selancar saja yang bisa menambatkan kapal selancarnya di Mouring Buoy untuk bermain selancar dan hanya terbatas untuk 2 (dua) hari saja akan menimbulkan kisruh dan perebutan lokasi tambat kapal dan/atau main di ombak selancar yang dituju.
3. Bahwa aplikasi pendaftaran untuk masuk dan main dilokasi ombak selancar yang ditentukan melalui system booking online oleh Pemda Mentawai sebagaimana tersebut diatas dapat menimbulkan persoalan/ monopoli dikarenakan tidak ada aturan yang menjelaskan tentang spesifikasi aplikasi booking online tersebut yang akan dikelola oleh orang dan/atau managemen professional dikarenakan hanya berbentuk email.
4. Bahwa dilapangan (Khususnya di pos Silabu/Ombak Macaronies) terdapat tim pengawasan yang bertugas melarang/mengusir setiap org/ kapal selancar yang tidak terdaftar secara online yang bukan dari SKPD pemerintahan terkait melainkan diduga adanya oknum masyarakat yang diminta untuk melakukan pengusiran dilapangan yang telah beberapa kali hampir terjadi benturan secara fisik antara peselancar dan oknum masyarakat tersebut.
5. Bahwa retribusi tag masuk bagi wisatawan selancar yg ditetapkan sebesar Rp. 1. 000.000/perorang/ untuk 15 hari dan untuk di lokasi ombak Silabu/ Ombak Macaronies desa Silabu, Kecamatan Pagai Utara, Kabupaten Kepulauan Mentawai dibatasi waktu main bagi para peselancar hanya terbatas 2 (dua) hari saja jelas merupakan sebuah aturan yang kontradiktif dan merugikan bagi kepentingan peselancar yang telah membayarkan retribusi masuk selancarnya di awal/online tersebut diatas.
6. Bahwa orientasi kebijakan kepariwisataan khususnya daya tarik wisata selancar adalah untuk kesejahteraan masyarakat malah bagi masyarakat sekitar yg berada di tepian setiap lokasi/spot ombak selancar yg ditetapkan tidak berdampak sama sekali dikarenakan struktur dan infrastruktur wisata selancar tidak ada satupun yang berada ditengah masyarakat (tidak berintegrasi dg masyarakat sekitar) baik wisatawan selancar akomodasi (nginap di Resort, villa, pondok wisata) ataupun yang datang dengan kapal pesiar selancar dan terkesan wisata selancar di kabupaten kepulauan Mentawai sengaja dijauhkan dari masyarakat sekitar.
KESIMPULAN DAN PERNYATAAN SIKAP
Bahwa kebijakan Pemerintah Daerah (Pemda) Kabupaten Kepulauan Mentawai yang telah ditetapkan menjadi peraturan daerah dan menjadi produk hukum terkait Pengelolaan dan Pemanfaatan Daya Tarik Wisata Selancar (Perda 2/2015, Perbup 13/2016, SK Bupati 168/2016, dan SE Disbudparpora 573/03/Disbudparpora-KKM/2016) perlu dilakukan evaluasi dan kajian ulang secara mendalam serta menyeluruh baik terkait skema/sistem pembentukan perundang- undangan yang baik.
Materi muatan aturan yang tidak menimbulkan multitafsir/ konflik dan mengganggu ketertiban umum serta harus jelas menentukan arah dan tujuan serta kepentingan kesejahteraan masyarakat sekitar dan masyarakat kabupaten kepulauan Mentawai pada umumnya.
Bahwa kami atas nama dan untuk kepentingan pemangku usaha wisata selancar yang terdiri dari pemilik dan perusahaan transportasi kapal pesiar (Surat Kuasa Terlampir) sebagaimana telah beberapa kali menyampaikan surat permohonan Audiensi/Diskusi dan/atau Somasi dengan Pemerintah Daerah(Pemda) Kab.Kep. Mentawai (melalui surat tgl. 7 Agustus 2023 dan surat tgl. 13 september 2023) dalam rangka evaluasi dan perbaikan yang hingga saat ini juga masih belum mendapatkan respon yang positif/baik dari parapihak terkait perkara tersebut diatas, maka menyampaikan sikap (Pers Rillis) sebagaimana berikut:
1. Menghimbau kepada seluruh pelaku usaha wisata selancar dan/atau pemilik kapal selancar serta para peselancar yang biasa beraktifitas diwilayah Kab.Kep. Mentawai agar mendesak Pemda Mentawai, Gubernur Sumbar dan instansi terkait lainnya untuk segera melakukan perubahan dan/atau mencabut Peraturan- peraturan Daerah Mentawai yang telah menimbulkan kisruh dan konflik serta merugikan kepentingan pelaku usaha wisata selancar sebagaimana tersebut diatas.
2. Atas nama dan untuk kepentingan pelaku usaha wisata selancar khususnya Perusahaan/Pemilik Kapal selancar mendesak agar pihak terkait dengan perkara tersebut diatas baik Pemda Mentawai, Pemerintah Provinsi Sumatera Barat, dan institusi terkait lainnya melalukan revisi/perbaikan dan/atau pencabutan terhadap peraturan tersebut diatas yang merugikan kepentingan pelaku usaha wisata selancar serta para peselancar.
3. Bahwa Jika dalam beberapa hari/minggu kedepan parapihak terkait perkara tersebut diatas belum dan tidak melakukan upaya seperti yang diharapkan, maka kami akan segera melakukan upaya-upayahukum yang sesuai dengan peraturan perundang- undangan terkait
Demikian pernyataan sikap ini kami sampaikan agar dapat menjadi perhatian dan ditindak- lanjuti seluruh pihak terkait.
Siaran Resmi Press Rilis
YUSAK DAVID PINGAH, S.H, M.H | SULAIMON PREMARIZA, S.H | MUHAMMAD TITO, S.H | DEVIT CANDRA, S.H -- (Advokat/ Penasehat Hukum )
0 Komentar